Senin, 10 Juli 2017

Tugas 3 Softskill Aspek Hukum dalam Ekonomi "Hukum Hutang Piutang"

ASPEK HUKUM DALAM HUTANG PIUTANG


Nama : Adiza Larasati
NPM : 2B216913

A. Aspek-Aspek yang perlu diketahui dalam masalah hutang piutang

1.    Hutang piutang adalah dalam koridor hukum perdata, yaitu aturan mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lainnyadengan menitik       beratkan pada kepentingan perseorangan atau pribadi.
2.    Dalam hutang piutang terdapat sekurangnya dua pihak kreditur(yang berpiutang) dan debitur (yang berhutang).
3.    Hutang piutang di anggap sah secara hukum apabila dibuat suatu perjanjian tertulis atau lisan dengan saksi.
4.    Debitur wajib untuksuatu prestasi,yang dapat berupa kewajiban berbuat (melunasi hutang)atau tidak berbuat (ingkar janji pada hutangnya) sehingga disebut wan-prestasi.
5.    Prestasi itu harus tertentu dan dapat ditentukan,wajib di ketahui dan ditetapkan (perjanjian jelas), prestasi harus mungkin dan halal, serta prestasi harus berupa perbuatan satu kali dengan sifat sepintas lalu (ada sebuah benda atau berulang-ulang/terus meneruscontohnya pada sewa menyewa dan perjanjian kerja).
6.    Tanggung jawab perdata penghutang sifatnya menurun pada keluarga penghutang. Sifat hokum pidana penghutang jika ada tuntutan maka berhenti sampai pada penghuutang, tidak ke keluarganya.
7.    Pemenuhan perutangan itu bertanggung jawab dengan seluruh harta kekayaannya dan atausesuai dengan harga yang dijaminkan.
8.    Eksekusi piutang tidak bisa dilakukan paksa dengan penyanderaan barang atau orang. Yang benar adalan dengan sitaan jaminan yang diputuskan oleh pengadilan.
9.    Tidak boleh ada ancaman terhadap penghutang, aka nada masalah pidana yang mana akan menghanguskan hutang.
10.     Perhutangan tidak berhenti sendiri melainkan bersama sama dengan berakibat hukum dengan perutangan lainnya.
B. Jenis-Jenis Hutang Piutang
            Dalam kasus hukum,piutang diartikan  sebagai uang yang dipinjamkan atau utang yang dapat ditagih dari orang atau lainnya atau tagihan perusahaan yang berupa uang kepada para pelanggan yang diharapkan dalam waktu paling lama satu tahun sudah dapat dilunasi.
Piutang timbul karena adanya perjanjian utang piutang atau dapat timbul sebagai akibat dari adanya suatu tuntutan perbuatan melawan hukum. Pihak yang mempunyai piutang ini dapat saja orang pribadi atau badan (swata atau Negara) yang bergerak dalam suatu bidang usaha tertentu.
·                      Jenis Hutang

            Hutang adalah kewajiban perusahaan yang timbul karena transaksi waktu yang lalu dan harus dibayar dengan uang, barang, atau jasa pada waktu yang akan datang. Utang di kelompokkan menjadi dua yaitu :
1.                   Hutang jangka pendek atau kewajiban lancar
Adalah Hutang yang diharapkan harus dibayar dalam jangka waktu satu tahun atau satu siklus operasi perusahaan.
Hutang jangka pendek terdiri dari:
-          Utang dagang
-          Utang wesel
-          Pendapatan diterima dimuka
-          Utang gaji
-          Utang pajak
-          Utang bunga
Perusahaan harus memberikan perhatian khusus pada utang jangka pendek ini. Jika hutang jangka pendek/ kewajiban lancar lebih besar dari pada aktiva lancar maka perusahaan berada dalam keadaan yang mengkhawatirkan. Ini berarti perusahaan tidak bisa membayar seluruh utang jangka pendeknya.

2. Hutang Jangka Panjang
Adalah hutang yang pembayarannnya lebih dari satu tahun.
Yang termasuk hutang jangka panjang yaitu :
-          Hutang obligasi
-          Hutang wesel jangka panjang
-          Hutang hipotik
-          Hutang muka dari perusahaan afiliasi
-          Hutang kredit bank jangka panjang
Hutang jangka panjang biasanya timbul karena kebutuhan untuk membeli aktiva, menambah modal perusahaan, investasi atau mungkin juga untuk melunasi hutang.
Jenis-jenis Piutang
·                     Piutang dagang
·                     Wesel tagih
·                      Piutang Non Dagang

C. Hapusnya penanggungan utang

Hapusnya penanggungan hutang diatur dalam pasal 1845-1850 KUHPerdata. Di dalam pasal 1845 KUHPerdata disebutkan bahwa perikatan yang timbul karena penanggungan, hapus karena sebab-sebab yang sama dengan yang menyebabkan berakhirnya perikatan lainnya, pasal ini menunjuk kepada pasal 1381,1408, 1424, 1420, 1437, 1442, 1574, 1846, 1938, dan 1984 KUHPerdata. 
Didalam pasal 1381,ditentukan 10 cara berakhirnya perjanjian penanggungan utang yaitu pembayaran; penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpangan atau penitipan; pembaruan hutang; kompensasi hutang; pencampuran hutang; pembebasan utang; musnahnya barang terutang; kebatalan atau pembatalan; dan berlakunya syarat pembatalan.
·                     Pasal 1381 KUHPerdata

Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa adadelapan cara hapusnya perikatan yaitu :
1.                  Pembayaran
2.                  Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan.
3.                  Pembaharuan utang (inovatie)
4.                  Perjumpaan utang (kompensasi)
5.                  Percampuran utang.
6.                  Pembebasan utang.
7.                  Musnahnya barang yang terutang
8.                  Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan
9.                  Syarat yang membatalkan.
10.              Kedaluwarsa

·                      Pasal 1316 KUHPerdata

Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht, dan ada juga yang menyebutkan dengan istilah jaminan imateriil. 
Pengertian jaminan perorangan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengartikan jaminan imateriil (perorangan) adalah:

“Jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya”.
Unsur jaminan perorangan, yaitu:
1. mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu;
2. hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu; dan
3. terhadap harta kekayaan deitur umumnya.

Soebekti mengartikan jaminan perorangan adalah:
“Suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat diadakan di luar (tanpa) si berhutang tersebut”
Menurut Soebekti juga, bahwa maksud adanya jaminan ini adalah untuk pemenuhan kewajiban si berhutang, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau sampai suatu bagian tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) dapat disita dan dilelang menurut ketentuan perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.

D. Jenis-Jenis Jaminan Perorangan
1. jaminan penanggungan (borgtocht) adalah kesanggupan pihak ketiga untuk menjamin debitur 
2. jaminan garansi (garansi bank) (Pasal 1316 KUH Perdata), yaitu bertanggung jawab guna kepentingan pihak ketiga.
3. Jaminan Perusahaan
Dari jenis jaminan perorangan tersebut, maka dalam sub-sub bab berikut ini hanya disajikan yang berkaitan dengan penanggungan utang dan garansi bank.

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

E. Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Pengertian hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (Hak Jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kerditur yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi pada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wanprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dariperjanjian pokonya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian Kredit).
Perjanjian pinjaman bersirat dalam pasal 1754 KUHPerdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan degan bentuk dan kualitas yang sama.
F. Macam-macam Pelunasan Hutang
Dalam pelunasan hutang terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
            a. Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 1132 KUHPerdata.
Dalam pasal 1131 KUHPerdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada, baik bergerakmauun yang tidak bergerak, merupakan jaminan pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUHPerdata menyebutkan, harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan berbeda-beda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para piutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain:
1. Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
2. Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain
            b. Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan.
            c. Gadai
Dalam pasal 1150 KUHPerdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang. Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dar kreditur-kreditur lainnya kecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu didahulukan.
Sifat-sifat gadai yakni:
1. gadai adalah suatu benda bergerak baik yang bewujud maupun yang tidak berwujud.
2. gadai bersifat accessoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok yang dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar hutangnya kembali.
3. Adanya sifat kebendaan.
4. syarat inbezitz telling, artinya benda gadai harus keluar dari kekusaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
4. Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
5. Hak Preferensi (hak unutk didahuukan).
6. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari hutang,oleh karena itu gadai tetap melekat atas selruh bendanya.
Objek gadai adalah semua benda bergerak danpada dasarnya bisa digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun benda bergerak tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa (aan tooonder) atas tujuan (aan order) atas nama (op naam) serta hak paten.
Hal pemegang gadai yakni si pemegang gadai mempunyai hak selama gadai berlangsung. Pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang digadaikan atas kekuasaan sendiri.
Hasil penjualan diambil sebagian untuk pelunasan hutang debitur yang sisanya dikembalikan kepada debitur penjualan barang tersebut harus dilakukan dimuka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat berdasarkan syarat-syarat yang lazim berlaku.
1.                  Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi berupa biaya-biaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan benda gadai.
2.                  Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai (hak retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur(jumlah hutang dan bunga).
3.                  Pemegang gadai mempunyai prefensi(hak untuk di dahulukan) dari kreditur-kreditur yang lain.
4.                  Hak unutk menjual benda gadai dengan perantara hakim jika debitur menuntut dimuka hukum supaya barang gadai dijual menurut cara yang ditentukan oleh hakim untuk melunasi hutang dan biaya serta bunga.
5.                   Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai.

G. Masalah Eksekusi Jaminan Hutang
Beberapa hal yang mesti dicermati dalam masalah eksekusi hutang yaitu:
1.         Kreditur mengeksekusi dengan cara menghaki barang jaminan nasabah debitur tanpa harus menjualnya kepada orang lain.
2.         Kreditur menjual jaminan dibawah tangan langsung kepada pembeli tanpa melalui kantor lelang.
3.         Mengeksekusi dengan cara menjual di depan umum via kantor lelang tanpa ada campur tangan pengadilan.

H. Penyelesaiaan Hutang Piutang
            Hubungan hutang piutang dalam dunia usaha tidak luput pula dari adanya friksi, namun setiap friksi senantiasa diupayakan untuk diselesaikan melalui musyawarah dan apabila tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah maka penyelesaian melalui badan peradilan merupakan suatu upaya terakhir yang dapat ditempuh. Pengadilan niaga merupakan badan peradilan negara yang dipergunakan untuk mnyelesaikan sengeta atau para pelaku usaha khususnya masalah yang berkaitan dengan utang piutang yang bukan karena wanprestasi.

Cara penyelesaian atau penagihan hutang piutang yang dibenarkan menurut hukum :
1. Peneguran debitur secara baik,baik dengan lisan, baik secara musyawarah untuk mufakat ataupun mediasi penyelesaian.
2. Surat somasi atau surat teguran.
3. Pemberitahuan kepada keluarganya akan sanksi hutang secara perdata dan pidana jika debitur sulit ditagih.
4. Memperbaharui perjanjian hutang.
5. Gugatan ke pengadilan

Sumber:
https://www.scribd.com/doc/72525323/Aspek-Hukum-Dalam-Hutang-Piutang-New

http://blog-materi.blogspot.co.id/ 

Senin, 03 Juli 2017

Penulisan 9 Aspek Hukum dalam Ekonomi "Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat"

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
“Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”

Nama   : Adiza Larasati
NPM   : 2B216913


A. Pengertian Anti Monopoli & Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis". Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut.

B.     Asas & Tujuan
a. Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
b. Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

C.    Kegiatan Yang Dilarang
Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak. Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu:
      a. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
      b. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
      c. Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
·         Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
·         Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
·         Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
·         Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
      d. Persekongkolan
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
      e. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
      f. Jabatan Rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.
      g. Pemilikan Saham
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
      h. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.

D.    Perjanjian Yang Dilarang
      a. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
      b. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
·         Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;
·         Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;
·         Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;
·         Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
      c. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
      d. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
e. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
f.Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
g.Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
h. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
      i. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
      j. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

E.     Hal-hal Yang Dikecualikan UU Antimonopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
·         Oligopoli
·         Penetapan harga
·         Pembagian wilayah
·         Pemboikotan
·         Kartel
·         Trust
·         Oligopsoni
·         Integrasi vertikal
·         Perjanjian tertutup
·         Perjanjian dengan pihak luar negeri
2.Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
·         Monopoli
·          Monopsoni
·         Penguasaan pasar
·         Persekongkolan
3.      Posisi dominan, yang meliputi :
·         Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing.
·         Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi.
·         Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar.
·         Jabatan rangkap.
·         Pemilikan saham
·         Merger, akuisisi, konsolidasi

F.     Komisi Pengawasan Persaingan Usaha(KPPU)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

G.    Sanksi
·         Pasal 36
UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
·         Pasal 48
-          Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
-           Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
-          Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Ø  Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
o   Pencabutan izin usaha; atau
o   Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
o   Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.

Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

TASK 3 SOFTSKILL BAHASA INGGRIS BISNIS 1 "Cover Letter (Surat Lamaran) dan CV"

Nama : Adiza Larasati NPM  2B216913 Kelas : 3EB19 (Transfer) Tugas : Bahasa Inggris Bisnis 1 # (Tugas 3) A. Berikut ini adalah ...