Rabu, 29 Maret 2017

Tugas Softskill Perekonomian Indonesia "PDB, Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi"

Produk Domestik Bruto
Dalam bidang ekonomi, produk domestik bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. PDB merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena penduduk bertambah terus dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah terus, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini yang bisa di dapat lewat peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau produk domestik bruto (PDB) setiap tahun.
Jadi dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB berarti juga penambahan pendapatan nasional (PN). Kemiskinan yang berlangsung terus banyak di Afrika tengah merupakan salah satu contoh konkrit dari tidak adanya penambahan PDB yang selanjutnya mengakibatkan rendahnya pendapatan nasional di negara-negara tersebut, sementara jumlah penduduknya bertambah terus dalam laju yang tinggi.
Pertumbuhan dan Perubahan struktur ekonomi di Indonesia:
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia
Struktur perekonomian adalah komposisi peranan masing-masing sektor dalam perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam sektor primer, sekunder dan tersier.  
Ada kecenderungan (dapat dilihat sebagai suatu hipotesis) bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi yang membuat semakin tinggi pendapatan masyarakat per kapita, semakin cepat perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi faktor-faktor penentu lain mendukung proses, seperti manusia (tenaga kerja), bahan baku, dan teknologi tersedia.
Menurut Kuznets, perubahan struktur ekonomi umum disebut transformasi structural dan dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), dan penawaran agregat (produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Chenery, 1979).

1.      Teori dan Bukti Empiris
            Ada dua teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi, yakni dari Arthur lewis (teori migrasi) dan Hollis chenery (teori transformasi struktural).
            Teori Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan eokonomi yang terjadi di pedesaan dan perkotaan. Dalam teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu perekonomian tradisional di pedesaan yang didominasi oleh sektor pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai sektor utama.
            Teori Chenery, dikenal dengan teori pattern of development, memfokuskan peda perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di NSB, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional  (subsistens) ke sektor industri sebagai mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi.
            Di dalam kelompok negara-negara sedang berkembang (NSB), banyak negara yang juga mengalami transisi ekonomi yang pesat dalam tiga dekade terakhir ini, walaupun pola dan prosesnya berbeda antar negara. Variasi ini disebabkan oleh perbedaan antarnegara dalam jumlah faktor internal seperti berikut.

a.      Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri (basis ekonomi)
            Suatu negara yang awal pembangunan ekonomi/industrialisasinya sudah memiliki industri-industri dasar, seperti mesin, besi dan baja yang relatif kuat akan mengalami proses industrialisasi yang lebih cepat dibandingkan negara yang hanya memiliki industri-industri ringan, seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, makanan, dan minuman.
b.      Besarnya pasar dalam negeri
            Besarnya pasar domestik ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat pendapatan riil per kapita.
c.        Pola distribusi pendapatan
            Walaupun tingkat pendapatan rata-rata perkapita naik pesat, tetapi kalau distribusinya sangat pincang, kenaikan pendapatan tersebut tidak terlalu berarti bagi pertumbuhan industri-industri selain industri-industri yang membuat barang-barang sederhana makanan dan minuman, Sepatu dan pakaian jadi (tekstil).
d.      Karakteristik dari industrialisasi
            Cara pelaksanaan atau strategi pengembangan industri yang diterapkan, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan industri, dan insentif yang diberikan.
e.       Keberadaan SDA
            Ada kecenderungan bahwa yang kaya SDA mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah atau terlambat melakukan industrialisasi atau tidak berhasil melakukan diversifikasi ekonomi (perubahan struktur) daripada negara yang miskin SDA.
f.       Kebijakan perdagangan luar negeri
            Fakta menunjukan bahwa di negara yang menerapkan kebijakan ekonomi tertutup (inward looking), pola dan hasil industrialisasinya berbeda dibandingkan di negara-negara yang menerapkan kebijakan ekonomi terbuka (outward looking).

2.       Kasus Indonesia
            Kalau dilihat sejak awal era pemerintahan orde baru hingga sekarang, dapat dikatakan bahwa proses perubahan struktur ekonomi Indonesia cukup pesat. Namun demikian, penurunan rasio output pertanian terhadap PDB tersebut tidak berarti bahwa volume produksi di sektor tersebut berkurang selama periode tersebut (pertumbuhan rata-rata per tahun negatif).
            Penurunan tersebut disebabkan oleh laju pertumbuhan output (rata-rata per tahun total) di sektor tersebut relatif lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan output dari sektor industri.

 Krisis Ekonomi 1997/1998
            Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menjelang akhir tahun 1997 dan mencapai klimaksnya pada tahun 1998 sangat memukul perekonomian Indonesia. Pada tahun 1998 PDB merosot tajam hingga 13% yang membuat pendapatan per kapita juga menurun drastis. Merosotnya PDB hingga 13% bukan suatu hal yang kecil, mengingat bahwa sepanjang sejarah Indonesia sejak 1945 hingga 1996 ekonomi Indonesia belum pernah mengalami PDB hingga 13%.
            Dari sisi suplai, sektor industri manufaktur dan sektor konstruksi (bangunan), yang pada era orde baru bukan saja berkembang sangat pesat, tetapi juga sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi juga mengalami penurunan produksi yang signifikan. Krisis ekonomi tersebut diawali oleh krisis keuangan dan yang terakhir ini disebabkan oleh krisis rupiah.
            Menjelang pertengahan 1997, ekonomi dari negara-negara Asia , khususnya Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan, mulai menunjukkan kecenderungan memanas, yang salah satu tandanya adalah laju inflasi yang mulai merangkak naik. Dan menjelang tahun 1998 semakin defisit dan ini biasanya menimbulkan kenaikan utang, khususnya dari luar negeri.
            Langkah-langkah yang harus diambil agar krisis serupa tidak terulang lagi adalah sebagai berikut:
(1)    Ekspor diperkuat,
(2)    Ketergantungan pada ULN, impor, dan investasi jangka pendek atau yang   bermotivasi spekulasi dihilangkan,
(3)    Sektor perbankan diperkuat,
(4)    Menerapkan kembali mekanisme penentuan kurs berdasarkan sistem bebas terkendali, dan
(5)    Menyiapkan cara/kebijakan penanggulangan krisis yang bagus dengan memerhatikan semua faktor yang secara teori sangat memungkinkan munculnya suatu krisis serupa.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sejak Orde Baru Hingga Pasca Krisis 
       Melihat kondisi pembangunan ekonomi Indonesia selama pemerintahan orde baru (sebelum krisis 1997) dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang spektakuler, paling tidak pada tingkat makro. Dua di antaranya yang umum digunakan adalah tingkat PN per kapita dan laju pertumbuhan PDB per tahun.
          Resensi ekonomi dunia yang terutama disebabkan oleh rendahnya laju pertumbuhan PDB atau PN di NM (negara maju), yang secara bersama mendominasi perdagangan dunia, mengakibatkan lemahnya permintaan dunia terhadap barang-barang ekspor dari Indonesia, yang selanjutnya dapat menyebabkan defisit saldo neraca perdagangan.
          Pada awalnya, salah satu faktor penting yang menyebabkan merosotnya kegiatan invertasi di dalam negeri selama masa krisis, seperti juga di negara-negara Asia lain yang terkena krisis (Korea Selatan dan Thailand), adalah karena kerugian besar yang di alami oleh banyak perusahaan swata akibat depresiasi rupiah yang besar, sementara uang luar negerinya dalam mata uang dolas AS tidak dilindungi (hedging) sebelumnya dengan kurs tertentu di pasar berjangka waktu ke depan (forward).
Antara tahun 1965 sampai 1997 perekonomian Indonesia tumbuh dengan persentase rata-rata per tahunnya tujuh persen. Dengan pencapaian ini Indonesia tidak lagi berada di tingkatan “negara-negara berpendapatan rendah” melainkan masuk ke tingkatan “negara-negara berpendapatan menengah”. Meskipun demikian, krisis keuangan Asia yang terjadi di akhir tahun 1990an telah memberikan efek negatif bagi perekenomian nasional, akibatnya produk domestik bruto (PDB) Indonesia turun 13.6 persen di tahun 1998 dan naik sedikit di tahun 1999 sebanyak 0.3 persen. Antara tahun 2000 sampai 2004 perekenomian mulai memulih dengan rata-rata pertumbuhan PDB sebanyak 4.6 persen per tahun. Setelah itu PDB Indonesia meningkat dengan nilai rata- rata per tahun sekitar enam persen, kecuali tahun 2009 dan 2013, ketika gejolak krisis keuangan global dan ketidakpastian terjadi.
Di Indonesia , pada awal pemerintahan orde baru para pembuat kebijakan dan perencana pembangunan ekonomi di Jakarta masih sangat percaya bahwa proses pembangunan ekonomi akan menghasilkan apa yang dimaksud dengan trickle down effect. Pada awal periode orde baru hingga akhir dekade 1970-an strategi pembangunan ekonomi yang dianut oleh pemerintahan Soeharto lebih terfokus kepada bagaimana mencapai suatu laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam suatu periode yang relatif singkat. Namun sejarah menunjukan setelah 10 tahun berlalu sejak Pelita 1 yang dimulai tahun 1969 ternyata hasil yang diharapka tidak ada atau bisa dikatakan efek yang diinginkan tidak berhasil. Akhirnya, sebagai akibat dari strategi itu pada dekade 1980-an hingga pertengahan 1990, sebelum krisis ekonomi, Indonesia memang menikmati laju pertumbuhan ekonomi atau PDB yang cukup tinggi, tetapi tingkat kesenjangan masyarakat juga semakin besar dan jumlah orang miskin juga masih banyak.

Faktor-faktor Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
            Di dalam teori-teori konvesional, pertumbuhan ekonomi sangat di tentukan oleh ketersediaan dan kualitas dari faktor-faktor produksi, seperti sumber daya manusia, capital, teknologi, bahan baku, entrepreuneuship, dan energi. Akan tetapi, faktor penentu tersebut untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, bukan pertumbuhan jangka pendek. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan lebih baik, sama, atau lebih buruk daripada tahun 2000 lebih ditentukan oleh faktor-faktor yang sifatnya lebih jangka pendek yang dapat di kelompokan kedalam faktor-faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor internal dapat dibedakan lagi antara faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor nonekonomi , khususnya politik dan sosial. Sedangkan faktor-faktor eksternal didominasi oleh faktor-faktor ekonomi, seperti perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi kawasan atau dunia.

a. Faktor Internal
Krisis ekonomi pada tahun 1998 yang disebabkan oleh buruknya fundamental ekonomi nasional, serta lambatnya proses pemulihan ekonomi nasional pasca peristiwa tersebut menyebabkan banyak investor asing yang enggan (bahkan hingga sampai saat ini) menanamkan modalnya di Indonesia. Kemudian proses pemulihan serta perbaikan ekonomi nasional juga tidak disertai kestabilan politik dan keamanan yang memadai, penyelesaian konflik sosial , serta tidak adanya kepastian hukum. Padahal faktor-faktor non ekonomi inilah yang merupakan aspek penting dalam menentukan tingkat resiko yang terdapat di dalam suatu Negara untuk menjadi dasar keputusan bagi para pelaku usaha atau investor terutama asing, untuk melakukan usaha atau menginvestasikan modalnya di Negara tersebut.

b. Faktor Eksternal
Kondisi perdagangan dan perekonomian regional serta dunia merupakan faktor eksternal yang sangat penting untuk mendukung proses pemulihan ekonomi di Indonesia. Mengapa kondisi perdagangan dan perekonomian regional atau dunia tersebut dinilai penting? Sebab, apabila kondisi perdagangan dan perekonomian Negara-negara tersebut terutama mitra Indonesia sedang melemah, maka akan berdampak pula pada proses pemulihan yang akan semakin mengulur waktu dan akibatnya dapat menghambat kemajuan perekonomian di Indonesia.



Contoh Kasus:
Nusa Dua, Bali. Indonesia expects contribution from economic activities in its oceans to double in the next decade, setting an ambitious goal that reflects the country's concerted effort to clean up its oceans, develop sustainable fisheries, explore deep sea mining and establish world class tourist destinations.
"In the next decade, economic activities on our oceans, like offshore [oil and gas drilling], tourism or fisheries could contribute up to 25 percent of our GDP, from just 11 percent today," Vice President Jusuf Kalla said on Thursday (23/02). He was speaking in one of the forums at the World Ocean Summit in Bali, which gathers global chief executives, government officials and non-government organizations from 44 countries to discuss global maritime issues.
Indonesia, the world's largest archipelago, has liberalized investment on its fisheries sector to attract foreign investment, particularly to help process fishes for export.
Coordinating Minister for Maritime Affairs Luhut Pandjaitan said the government is pinning its hope on the fisheries industry to accelerate production in the next decade. "We produce less than 10 percent of our full fishery potential every year. There's an enormous room for growth there," Luhut told reporters at the summit.
The fishery sector contributes about 8 percent of Indonesia's $930 billion gross domestic product last year and it was also one of the fastest growing sector in the economy. The country's export target this year is $5 billion worth of fish and other sea catch, up 19 percent from $4.2 billion last year.
Luhut said Indonesia is on the right track to increase its fishery production, which started with a crackdown on illegal and unregulated fishing led by Minister of Maritime Affairs and Fisheries Susi Pudjiastuti.
It also launched a $1 billion initiative on Wednesday to clean up its seas from plastic waste, which kills fish and destroys tourism, even in remote areas.
The government is seeking $20 billion in investment to develop ten priority tourist destinations across the archipelago — of which seven will rely on maritime tourism — over the next few years to help attract 20 million tourists by 2019.
"The tourism sector is a low hanging fruit to grow our economy and creates jobs. Results have been apparent since we open direct [flights] to favorite destinations," Luhut said.
Indonesia attracted 11.5 million foreign tourists last year, up 10 percent from 10 million in 2015.
The country also launched an initiative to map its vast sea floor to find more deep sea mining resources as well as pushed for more exploration of offshore oil and gas.
"On the oil and gas sector, we have to look for the right balance. Everywhere in the world, companies are coming up with an electric car. That could make oil and gas investment less lucrative," he said.
"We should not let our other [minerals] resources lie untouched on our sea bed. We should look into them more," he added.
Across the country, the government has been building new ports and launching subsidized sea vessels to ensure seamless distribution of goods between industrial center Java and natural resource-rich islands in eastern parts of Indonesia.
The minister said the Indonesian government can only come up with 25 percent of the total investment needed to boost the country's fishery, energy, transport and tourism industries. "We need the rest from the private sector and we are more than willing to give them incentives to come here," Luhut said.

Sumber:
http://jakartaglobe.id/business/indonesia-double-gdp-contribution-maritime-sector-next decade/

Tambunan, Tulus. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TASK 3 SOFTSKILL BAHASA INGGRIS BISNIS 1 "Cover Letter (Surat Lamaran) dan CV"

Nama : Adiza Larasati NPM  2B216913 Kelas : 3EB19 (Transfer) Tugas : Bahasa Inggris Bisnis 1 # (Tugas 3) A. Berikut ini adalah ...