Rabu, 26 April 2017

Tugas Softskill Perekonomian Indonesia "Perdagangan Luar Negeri"

PERDAGANGAN LUAR NEGERI

A.    Teori Perdagangan Luar Internasional
Teori perdangan internasional dapat di golongkan ke dalam dua kelompok, yakni teori klasik dan teori modern. Teori klasik yang umum dikenal adalah teori keunggunal absolut dari Adam Smith, teori keunggulan relative atau keunggulan komparatif dari John Stuart Mill, dan biaya relative dari David Ricardo.Teori faktor proporsi dah Hecksher dan Ohlin dalam buku-buku teks ekonomi internasional disebut sebagai teori modern.
1.      Teori Klasik
a.       Keunggulan Absolut
Teori keunggulan absolut dari Adam Smith sering disebut sebagai teori murni perdagangan internasional. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis barang tertentu di mana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak memproduksi atau melakukan impor terhadap jenis barang lain di mana negara tersebut tidak mempunyai keunggulan absolut terhadap negara lain yang memproduksi barang sejenis.
b.      Teori Keunggulan Komparatitf
Masalah besar dalam teori keunggulan dari adam smith adalah bahwa perdagangan internasional antara dua negara akan terjadi jika keduanya mendapatkan manfaat dari perdagangan luar negeri  dan ini hanya bisa terjadi apabila masing – masing negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Sebagai contoh, di dunia hanya ada dua negara (yaitu Indonesia dan jepang) dan dua jenis barang (A dan B ). Apabila Indonesia memiliki keunggulan absolut atas jepang untuk barang A dan B, yang berarti Indonesia eskpoer kedua jenis barang tersebut, maka perdagangan tidak akan terjadi Karena hanya Indonesia yang mendapatkan manfaat dari perdagangan luar negeri.
2.      Teori Modern
Dalam teori modern mengenai perdagangan internasional dikenal teori Hecksher dan Ohlin (H-O).Teori ini disebut juga factor proportion theory atau teori ketersediaan faktor. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa perdagangan internasioanal misalnya, antara Indonesia dan jepang terjadi Karena opportunity costs yang berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan ongkos alternative tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi (misalnya tenaga kerja, modal, tanah, dan bahan baku) yang dimiliki kedua negara tersebut. Indonesia memiliki tanah yang lebih luas dan bahan baku serta tenaga kerja yang jauh lebih baik banyak dibandingkan jepang. Sebaliknya, jepang memiliki tenaga kerja dengan Pendidikan yang tinggi dalam jumlah yang lebih banyak daripada Indonesia
Jadi, Karena factor endowment-nya berbeda, maka sesuai hukum pasar, harga dari faktor – faktor produksi tersebut juga berbeda antara Indonesia dan jepang.
3.      Faktor – faktor penyebab lainnya
a.       Teori Permintaan dan Penawaran
Dasar pemikiran teori permintaan dan penawaran adalah bahwa perdangan antarnegara timbul karena adanya perbedaan di dalam permintaan maupun penawaran. Permintaan yang berbeda disebabkan oleh perbedaan – perbedaan dalam tingkat pendapatan perkapita dan selera masyarakt serta faktor – faktor lainnya yang mempengaruhi permintaan masyarakat antarnegara. Perbedaan penawaran dikarenakan adanya perbedaan – perbedaan dalam jumlah dan kualitas faktor – faktor produksi, derajat teknologi, faktor eksternalitas, dan faktor – faktor lainnya yang mempengaruhi produksi atau suplai.
b.      Vent for Surplus Theory
Pada prinsipnya dasar pemikiran teori vent for surplus tidak berbeda dengan pemikiran yang melandasi teori permintaan dan penawaran. Hanya saja, penekanan teori vent for surplus lebih pada sisi suplai. Teoris vent for surplus mengatakan bahwa suatu negara akan mengekspor produk – produk yang di buatnya apabila terjadi kelebihan stock di pasar dalam negeri.
c.       Product Cycle Theory
Teori siklus produk dari Vernon (1966) dan Hirsch (1967), dikembangkan antara lain oleh Wiliamson(1983), dapat juga dipakai untuk menerangkan dinamika keunggulan komparatif suatu produk atau industry. Mengikuti perubahan waktu, setiap produk atau suatu industry akan melalui proses dari tahap pengembangan hingga tahap kejenuhan dan tahap penurunan produksi, selama kondisi – kondisi yang mempengaruhi proses produksi dan location requiments berubah terus secara sistematis

B.     Perkembangan Ekspor Indonesia
Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai 118,43 juta US$ atau meningkat 26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor non migas mencapai 92,26 juta US$ atau meningkat 21,63%. Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada periode tersebut meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan 21,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan kontribusi 58,8% terhadap total ekspor non migas. Kesepuluh golongan tersebut adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan, kayu dan barang dari kayu, serta timah.
Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80% terhadap total ekspor non migas. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71% terhadap periode yang sama tahun 2007.
Sementara itu, peranan ekspor non migas di luar 10 golongan barang pada Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20%.
Jepang pun masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$11,80 juta (12,80%), diikuti Amerika Serikat dengan nilai 10,67 juta US$ (11,57%), dan Singapura dengan nilai 8,67 juta US$ (9,40%).
Peranan dan perkembangan ekspor non migas Indonesia menurut sektor untuk periode Januari-Oktober tahun 2008 dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor produk
pertanian, produk industri serta produk pertambangan dan lainnya masing-masing meningkat 34,65%, 21,04%, dan 21,57%.
Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008, kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 64,13%, sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,31%, dan kontribusi ekspor produk pertambangan adalah sebesar 10,46%, sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 22,10%.
Kendati secara keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak dipungkiri semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor Indonesia semakin menurun. Sebut saja saat ekspor per September yang sempat mengalami penurunan 2,15% atau menjadi 12,23 juta US$ bila dibandingkan dengan Agustus 2008. Namun, secara year on year mengalami kenaikan sebesar 28,53%.

C.     Tingkat Daya Saing
Tingkat daya saing komoditas ekspor suatu negara atau industry dapat dianalisis dengan berbagai macam metode atau diukur dengan sejumlah indicator. Tiga diantaranya adalah revealed comparative advantage, constant market share, dan real effective exchange global.

1.      Revealed Comparative Advantage (RCA)
Indonesia dan LDCs lainnya memiliki keunggulan komparatif dalam produksi barang – barang yang SDP atau faktor – faktor produksi utamanya berlimpah di dalam negeri, seperti tenaga kerja, tanah, dan berbagai macam bahan baku (SDA). Namun pesatnya kemajuan teknologi dan ditambah lagi dengan usaha – usaha yang dilakukan perusahaan – perusahaan di DCs selama ini untuk menghemat pemakaian tenaga kerja dan bahan baku bisa mengancam atau bahkan menghilangkan keunggulan komperatif yang dimiliki LDCs tersebut.
Indikator yang dapat menunjukan perubahan keunggulan komparatif disebut revealed comparative advantage (RCA). Indeks ini menunjukkan perbandingan antara pangsa ekspor suatu komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Dengan perkataan lain, indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia.

2.      Constant Market Share
Selain indeks RCA, sering juga digunakan pendekatan constant market share (CMS) dalam mengukur dinamika tingkat daya saing atau keunggulan komparatif dari suatu industry atau negara. Penggunaan pendekatan ini didasarkan pada pemahaman teoretis sebagai berikut. Laju pertumbuhan ekspor negara bisa lebih kecil, sama, atau lebih tinggi daripada laju pertumbuhan ekspor rata – rata(pertumbuhan standar). Deviasi negative antara pertumbuhan ekspor suatu negara dan pertumbuhan standar dapat di karenakan oleh tiga hal. Pertama, pertumbuhan permintaan dunia memang lambat, misalnya Karena kurangnya minat pasar dunia untuk produk bersangkutan. Jadi, ini adalah masalah komposisi ekspor.
Kedua, masalah distribusi pasar dunia dari negara eksportir. Pertumbuhan impor di pasar utama sedang lemah misalnya, Karena ekonomi dari negara importir sedang mengalami resesi. Ketiga, masalah daya saing dalam harga atau kualitas. Sebagai contoh, tekstil Indonesia diminati dunia Karena ada keunikannya, misalnya mengandung unsur kultur dan bahannya halus tetapi karena hargarnya lebih mahal dari harga tekstil buatan Cina, maka permintaan dunia terhadap tekstil Indonesia tidak besar.
Berdasarkan pemikiran teoritis di atas, pertumbuhan ekonomi eskpor dapat diuraikan ke dalam empat efek, yakni (1) efek pertumbuhan standar (2) efek komposisi komoditas ekspor (3) efek distribusi pasar dunia, dan (4) efek daya saing. Jadi dalam analisis CMS, lambat atau tingginya laju pertumbuhn ekspor Indonesia disbanding laju pertumbuhan standar diuraikan menjadi tiga faktor, yakni komposisi komoditas ekspor, distribusi pasar dunia, dan daya saing.

3.      Real Effective Exchange Rate
Real effective exchange rate atau nilai tukar efektif riil (REER) juga sering di gunakan sebagai salah satu indeks untuk mengukur tingkat daya saing ekspor suatu negara. Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal dibagi rasio indeks harga di dalam negeri dan di luar negeri (negara mitra dagang). Nilai tukar riil dapat definisikan sebagai daya beli relatif dari output domestic, yakni harga dari barang luar negeri (impor) yang diukur dalam bentuk barang domestik (eskpor).


4.      Daya Saing Global
Daya saing global atau bisa disebut juga global competitiveness index (GCI) berbeda dengan indeks – indeks yang telah di bahas sebelumnya, GCI ini tidak mengukur tingkat daya saing eskpor secara eskplisit, tetapi tingkat daya saing suatu ekonomi suatu negara. Namun demikian, indeks ini dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mengukur secara tidak langsung tingkat daya saing ekspor Indonesia.
GCI adalah suatu indeks gabungan dari sejumlah indicator ekonomi yang telah teruji secar empiris memiliki suatu korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi (PDB) untuk jangka waktu menengah dan panjang, dan berari secara teoretis juga mempunyai suatu korelasi positif dengan kinerja atau tingkat daya saing ekspor. Dalam mengembangkan indeks tersebut digunakan 2 macam data, yakni data kuantitatif dan kualitatif. Jenis data pertama mengenai kinerja ekonomi, kapasitas teknologi, dan informasi yang didapat lewat survei terhadap sejumlah perusahaan di negara – negara yang di teliti. Tujuan survei adalah untuk mengukur persepsi pribadi para manajer eksekutif atau pemilik atau pimpinan perusahaan mengenai negara mereka yang ada kaintannya dengan daya saing, yang tidak dapat diukur dengan data kuantitatif.



Contoh Kasus : 
 April 17, 2017
http://jakartaglobe.id/business/indonesias-march-exports-beat-estimate-oil-gas-shipments/
Jakarta. Indonesia's exports in March beat expectations, helped by increased oil and gas shipments out of the country, the Central Statistics Agency (BPS) said on Monday (17/04).
Exports from Indonesia were worth $14.59 billion in March, up 24 percent from the same month last year. That was the biggest expansion since August 2011, according to Thomson Reuters data. A Reuters poll had expected a 12 percent growth.
Meanwhile, imports rose 18 percent from a year ago to $13.36 billion, faster than February's 11 percent growth. The poll had expected a growth of 8.70 percent.
Indonesia posted a $1.23 billion trade surplus in March, higher than the poll's median forecast of $1.20 billion. That compares with February's revised surplus of $1.27 billion.
The agency also revised up its figures for exports and imports in February.
BPS said exports from Indonesia were worth $12.62 billion in February, up from the $12.57 billion it reported a month ago.
Imports in February were revised to $11.35 billion from $11.26 billion.


Daftar Pustaka :

Tambunan, Tulus. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TASK 3 SOFTSKILL BAHASA INGGRIS BISNIS 1 "Cover Letter (Surat Lamaran) dan CV"

Nama : Adiza Larasati NPM  2B216913 Kelas : 3EB19 (Transfer) Tugas : Bahasa Inggris Bisnis 1 # (Tugas 3) A. Berikut ini adalah ...