ASPEK
HUKUM DALAM EKONOMI
“Hukum
Perikatan”
Nama: Adiza Larasati
NPM: 2B216913
A.
Pengertian
Perikatan
Hukum perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum
dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang
satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan
hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari
suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari
rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum
harta kekayaan (law of property),
juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family
law), dalam bidang hukum waris (law
of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(personal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata,
pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara
dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian
mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan
hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana
pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas
suatu prestasi.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat
sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk
berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak
melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk
tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah
disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan
bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah
perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
Dalam perikatan
:
Subjek hukum: Kreditur dan
debitur
Objek hukum: Prestasi. Bagi kreditur
-> hak. Bagi debitur -> kewajiban
Menurut pasal 1234 KUHP, bentuk dari
suatu prestasi dapat berupa :
- Memberikan/
menyerahkan sesuatu,
- Melakukan/
berbuat sesuatu,
- Tidak
melakukan sesuatu.
*Sesuatu di sini tergantung dari tujuan pihak debitur
dan kreditur melakukan perikatan.
B.
Dasar
Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata
terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
a. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
b. Perikatan
yang timbul undang-undang.
Perikatan
yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH
Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari
undang-undang saja (uit de wet allen)
atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen).
c. Perikatan terjadi karena undang-undang semata.
Perikatan
yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku
III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi
antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai
hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang
berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di
atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan
hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid)
maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
d. Perikatan
terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia.
Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan
sukarela (zaakwarneming).
C.
Sumber
Hukum Perikatan
Sumber hukum perikatan adalah
sebagai berikut :
1. Perjanjian ;
2. Undang-
undang, yang dapat dibedakan dalam:
a.
Undang- undang semata- mata;
b.
Undang- undang karena perbuatan manusia yang
c.
Halal ;
d.
Melawan hukum;
3. Jurisprudensi;
4. Hukum
tertulis dan tidak tertulis;
5. Ilmu
pengetahuan hukum.
D.
Asas-Asas
dalam Hukum Perikatan
1. Asas
Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320
ayat 1 KUHPdt.
Pasal 1320
KUHPdt : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1) Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya
2) Kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian
3) suatu hal
tertentu
4) suatu sebab
yang halal.
Pengertian kesepakatan dilukiskan dengan sebagai
pernyataan kehendak bebas yang disetujui antara pihak-pihak ASAS-ASAS HUKUM
PERIKATAN.
2. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sun servanda berkaitan dengan
akibat suatu perjanjian. Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt:
1) Perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang….”
2) Para pihak harus menghormati perjanjian dan melaksanakannya karena
perjanjian itu merupakan kehendak bebas para pihak ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
3. Asas
Kebebasan Berkontrak
Pasal 1338 KUHPdt
: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi
mereka yang membuatnya”
Ketentuan
tersebut memberikan kebebasan parapihak untuk :
1) Membuat atau
tidak membuat perjanjian;
2) Mengadakan
perjanjian dengan siapapun;
3) Menentukan isi
perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
4) Menentukan
bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
Di samping
ketiga asas utama tersebut, masih terdapat beberapa asas hukum perikatan
nasional, yaitu :
1. Asas kepercayaan;
2. Asas persamaan hukum;
3. Asas keseimbangan;
4. Asas kepastian hukum;
5. Asas moral;
6. Asas kepatutan;
7. Asas kebiasaan;
8. Asas perlindungan;
E.
Macam-Macam
Perikatan
1.
Menurut KUHP/UU Perikatan
ada 6 macam :
1.1
Perikatan bersyarat (pasal 1253)
Adalah
perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari yang masih
belum dan tidak tentu akan terjadi.
Dapat
dibedakan menjadi :
a. Perikatan
dengan syarat tangguh.
Bila suatu
perikatan yang timbulnya/ terjadinya/ digantungkan pada peristiwa yg akan
datang.
b. Perikatan
dengan syarat batal.
Bila suatu
perikatan yang berakhirnya yang ditangguhkan pada peristiwa tertentu (bisa
terjadi bisa tidak).
1.2
Perikatan dengan ketetapan waktu / syarat waktu (pasal
1268)
Pelaksanaannya
digantungkan sampai pada suatu waktu yang ditangguhkan yang pasti akan tiba.
1.3
Perikatan manasuka/Alternatif (pasal 1272)
Debitur
dibebaskan untuk memenuhi satu dari dua atau lebih prestasi (pilihan) yang
disebutkan secara tegas dalam perikatan.
1.4
Perikatan Tanggung Menanggung/ Renteng (pasal 1280)
Kreditur/
debitur terdiri dari beberapa orang/ lebih dari satu.
1.5
Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
(pasal 1296)
Berdasarkan
objek.
1.6
Perikatan dengan ancaman hukuman
Perikatan
yang ditentukan bahwa debitur kena sanksi hukuman apabila tidak menjalankan
kewajibannya.
2.
Macam
perikatan menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata :
Dibagi
menjadi 3 kelompok :
2.1 Menurut
isi dari prestasinya
a. Perikatan
yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
b. Perikatan
alternatif.
2.2 Menurut
subjeknya
a. Perikatan
tanggung menanggung
b. Perikatan
dengan ancaman hukuman.
2.3 Menurut
saat berlakunya dan berakhirnya suatu perikatan
a. Perikatan
bersyarat
b. Perikatan
dengan syarat/ketentuan waktu
F.
Hapusnya
Perikatan
Pasal 1381 BW menyebutkan bahwa hapusnya Perikatan adalah :
1.
Karena pembayaran.
2.
Karena penawaran pembayaran tunai,
diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
3.
Karena pembaharuan utang. Contoh : A
kredit uang dibank, setelah 2 tahun dia tidak bias membayar, karena pailit atau
what ever ? maka bank melakukan pembaharuan utang.
4.
Karena perjumpaan utang atau
kompensasi. Contoh : A utang pada B, tetapi A punya piutang pada C jumlahnya
bisa lebih kecil atau lebih besar. Maka utangnya dialihkan.
5.
Karena percampuran utang.
6.
Karena pembebasan utangnya.
7.
Karena musnahnya barang yang
terutang. Contoh : kredit motor, tetapi akhirnya motor tersebut hilang sebelum
lunas, maka kalau dulu langsung bebas, tetapi sekarang harus dicicil.
8.
Karena kebatalan atau pembatalan.
Contoh : dalam hutang piutang yang jumlahnya terlalu besar maka hakim dapat
melakukan pembatalan.
9.
Karena berlakunya suatu syarat batal,
yang diatur dalam bab ke satu buku ini.
10.
Karena lewatnya waktu, hal mana akan
diatur dalam suatu bab tersendiri. Contoh : perjanjian hutang gadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar